Snow

Burung

Anime Text

Twitter

Cursor

Senin, 15 Oktober 2012

BERDIRINYA KERAJAAN KABA – KABA

Arya Belog Pendiri Kerajaan Kaba – kaba
            Diceritakan setelah kemenangan Patih Gajah Mada atas kerajaan Bali Kuna pada tahun 1343M, ditunjuklah Sri Kresna Kepakisan sebagai “Gubernur” Majapahit di Bali. Beliau bergelar Dhalem Samparangan, membangun istananya di desa Samprangan (desa Samplangan sekarang), sebelah Timur tukad Cangkir Gianyar sekarang. Beliau didampingi oleh 11 Arya, masing – masing diberi kedudukan sbb:
1.      Arya Kutawaringin di Gelgel
2.      Arya kenceng di Buwahan / di Pucangan Tabanan
3.      Arya Belog di Kaba-kaba
4.      Arya Dalancang di Kapal
5.      Arya Sentong di Carangsari
6.      Arya Kanuruhan di Tangkas
7.      Arya Punta di Mambal
8.      Arya Jerudeh di Temukti
9.      Arya Tumenggung di Petemon
10. Arya Pemacekan di Bondalem
11. Arya Beleteng di Pacung
Selain itu juga didampingi oleh 3 orang wesya bersaudara: Tan Kober, Tan Kawur, dan Tan Mundur.
Arya Belog salah seorang Mantri kerajaan Dalem Samprangan diberi tempat kedudukan di wilayah Kaba – kaba. Sabda Dalem kepada Arya Belog: “bahwa selain Bhandusa, Naga Banda, dan Wadah Tumpang Solas, berhak engkau pakai dan keturunanmu kelak. Engkau adalah keturunan Ksatrya Kula Dewa Purusa Sapradarane Hyang Paramesti Guru”.
Arya Belog mendirikan kerajaan Kaba – Kaba, beristana di sebelah Selatan Bale Agung, sebelah Timur jalan. Wilayah kekuasaannya meliputi: sebelah Utara sampai batas wilayan Tabanan, sebelah Timur sungai Busak, sebelah Selatan sampai ke laut, dan sebelah Barat desa Pangragoan. Beliau juga membuat Parahyangan Pusering Jagat bernama Pura Gunung Agung. Arya Belog dalam memerintah memakai gurit wesi, artinya sekali berkata tidak dapat diubah. Negara dinyatakan tentram dan sejahtera.
Setelah lama memerintah Arya Belog wafat, dibuatkan Pedharman Batur yang dipuja oleh keturunannya. Upacara pelebonnya memakai wadah kurang dari sebelas tiingkat, sesuai dengan titah Dalem. Arya Belog meninggalkan seorang putera, yang menggantikan kedudukannya bergelar Arya Anglurah Kaba – Kaba.

Arya Anglurah Kaba-Kaba Raja II

            Arya Anglurah Kaba – Kaba sebagai Patih Dalem Hile, sering datang menghadap Dalem. Beliau sering kecewa karena Dalem lebih suka berhias, membuat yang menghadap harus sabar menunggu berlama – lama.
            Setelah beberapa lama memerintah, Anglurah Kaba-Kaba tutup usia, meninggalkan 2 orang putera, yaitu: yang sulung bergelar Anglurah Kaba-kaba, dan adiknya Kyai Buringkit.
Arya Anglurah Kaba-Kaba Raja III
            Arya Anglurah Kaba – Kaba menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Arya Dalem di Gelgel. Beliau sering datang menghadap dan menunggu di Suweca-pura. Adiknya Kyai Buringkit menjadi raja muda berkedudukan di Jero Ajeng.
            Sewaktu melaksanakan upacara perkawinan, Anglurah Kaba – Kaba menyuruh adiknya Kyai Buringkit mewakili datang menghadap ke Dalem. Dalem menanyakan, mengapa Anglurah Kaba – Kaba tidak datang. Kyai Buringkit menjawab, bahwa kakaknya tidak sempat datang karena sedang melaksanakan upacara perkawinannya dengan I Gusti Ayu Rai, puteri Pangeran Kapal. Mendengar jawaban Kyai Buringkit, Dalem segera memerintahkan agar isterinya Anglurah Kaba – Kaba, I Gusti Ayu Rai segera dibawa ke Suweca-pura.
            I Gusti Ayu Rai segera dihadapkan kepada Dalem. Timbul hasrat Dalem untuk memberikan putera utama kepada Anglurah Kaba – Kaba. Setelah I Gusti Ayu Rai dihamili oleh Dalem, diserahkan kepada Anglurah Kaba – Kaba dengan syarat jangan dicampuri sebelum anak itu lahir, sebab itu benih dari Dalem, kelak akan melahirkan putera utama. Anglurah Kaba – Kaba menjunjung amanat Dalem dan membawa isterinya pulang ke Kaba – Kaba.
Setelah tiba waktunya, lahir putera Dalem. Mendengar berita kelahiran puteranya, Dalem menuju Kaba – Kaba untuk menguji kemurnian benih beliau. Putera itu ditaruh di tanah, di sekitarnya diisi nasi dan ikan. Anjing – anjing dilepas semuanya galak – galak. Ternyata anjing – anjing tersebut tidak berebut, makan tertib dan tidak mengusik sang bayi. Sang bayi juga ditempatkan di atas lubang semut, disekitarnya ditaburi nasi. Semut-semut keluar dari liangnya tetapi berpencar takut pada bayi ini.
Dalem merasa bangga karena benih beliau tidak dicampuri oleh Anglurah Kaba – Kaba. Semenjak itu putera tersebut diberi nama Arya Anglurah Agung Putera Teges. Dalem memberi anugerah: putera ini berhak memakai gapura tiga tutup, memberikan abdi Ki Pasek 5 kelompok, yaitu: Pasek Tangkas, Gelgel, Gaduh, Dahualing, dan Kedangkan.
Diceritakan Arya Anglurah Kaba – Kaba mempunyai putera kandung dari isteri yang lain, diberi nama Kyai Ngurah Keladian. Sementara itu Kyai Buringkit mempunyai putera seorang bernama Kyai Ngurah Buringkit, sama dengan nama ayahnya, tinggal di Jero Ajeng.
            Pada suatu hari Kyai Buringkit melakukan perebutan kekuasaan. Rakyat terbagi – bagi dalam 2 kelompok. Tetapi lebih banyak memihak raja, terutama ke 5 golongan Pasek di atas. Perang terjadi di sebelah Utara Kaba – Kaba. Saat itu Raja sedang beristirahat di Pura Resi. Laskar yang memihak raja sempat terdesak sebelum berhasil dihalau berkat kegigihan Ki Pasek lima.
            Pada tengah hari terdengar suara burung tuwu-tuwu yang nyaring, membangunkan baginda raja, hingga beliau terhindar dari serangan lawan. Semenjak itu beliau bersumpah tidak akan menyakiti dan memakan burung tuwu-tuwu sampai seketurunannya.
Beliau terus menuju ke kediaman Pendeta di Gerya Bayuh. Sampai di halaman Gerya beliau melihat sumur meluap sampai tutupnya terangkat berayun-ayun. Raja begitu melihat laskar lawan datang, segera menyuruh seorang pelayan membuka tutup sumur. Laskar lawan yang melihat tutup sumur tersebut langsung lari bergulung-gulung. Itu sebabnya tempat itu diberi nama dusun Tegal Pegulungan. Tempat Ki Pasek lima mempertaruhkan nyawanya diberi nama dusun Tohjiwa. Raja kemudian mengejar laskar lawan yang lari ke Utara dusun Tegal Pegulungan, sehingga terjadi perang yang sangat ramai. Tempat itu kemudian disebut dusun Perang.
Kyai Buringkit melarikan diri terus ke Utara. Anggota laskarnya banyak yang dibunuh oleh serangan Ki Pasek lima. Itu sebabnya tempat tersebut diberi nama dusun Dekdekan. Mulai saat itu Kyai Buringkit tidak diakui sebagai saudara Anglurah Kaba – Kaba. Kyai Buringkit lalu pindah ke Timur ke desa Nyurang, menetap di sana. Lama – lama desa Nyurang berubah nama menjadi desa Buringkit.

Arya Anglurah Agung Putera Teges Raja IV Kaba – Kaba

            Setelah wafat Arya Anglurah Kaba-Kaba, diganti oleh putera beliau keturunan Dalem, Anglurah Agung Putera Teges. Sebagai raja muda diangkat Kyai Ngurah Keladian. Raja ini juga melaksanakan kebijaksanaan gurit besi, sekali berkata tidak dapat diubah. Negara pada jamannya diberitatan sejahtera.
            Raja IV Kaba-Kaba ini mempunyai seorang putera, diberi nama Arya Anglurah Kaba-Kaba Suda Teges. Sedangkan Kyai Ngurah Keladian mempunyai 5 orang putera dan puteri, yaitu: Kyai Nyambu, Kyai Aseman, dua putri, dan yang sulung bernama Kyai Keladian sama dengan nama ayahnya.
            Pada waktu itu di Suweca-pura, Sri Aji Dalem Ketut Kepakisan wafat tahun 1460 M. Beliau diganti oleh puteranya Sri Aji Dalem Waturenggong. Sri Aji Dalem Waturenggong memerintahkan membuat Pedharman di Besakih untuk para leluhur beliau. Itulah sebabnya ada Pedharman Arya Belog, serta Arya Kaba-Kaba di Besakih sekarang.
            Diceritakan 3 saudara: Kyai Nyambu, Kyai Aseman, dan Kyai Keladian merasakan tidak puas tinggal di Kaba-Kaba karena tidak dapat memerintah, sebab sudah ada putera Dalem. Mereka bertiga berniat keluar kedesa-desa lainnya yang belum ada pemimpinnya. Gagasan Kyai Nyambu ini disetujui oleh ke dua adiknya, sekaligus didengar oleh Anglurah Kaba-Kaba. Ke tiga saudura itu disurutkan martabatnya oleh Anglurah Kaba-Kaba, dijadikan kerabat jauh.
            Mereka bertiga kemudian pergi dari Kaba-Kaba. I Gusti Nyambu ke desa Den Bukit, I Gusti Aseman berdiam di desa Abian Semal, I Gusti Kelaidan menuju Den Bukit tinggal di desa Pumahan.

Arya Anglurah Suddha Teges Raja V Kaba-Kaba

            Arya Anglurah Suda Teges dinobatkan menjadi raja, menggantikan ayahnya. Beliau beristerikan I Gusti Ayu Rai Arsa adik perempuan Kyai Nyambu. Beliau juga mendatangkan seorang Brahmana, Ida Pedanda Mas Timbul, pemberian dari Dalem Segening. Ida Pedanda Mas Timbul diberi tempat di sebelah Pura Gunung Agung, bernama Gerya Kawisunya. Leluhur Ida Pedanda juga dituntun dibuat stana berupa Padma di Pura Gunung Agung Kaba-Kaba.
            Arya Anglurah Suda Teges berputera laki-laki seorang bernama Arya Anglurah Teges. Beliau juga sempat menghamili seorang pelayan bernama Ni Luh Kicen, melahirkan putera astra (tidak sah) bernama I Gusti Gunung, diberi tempat di Jero Gunung.
Setelah beberapa lama memerintah Arya Anglurah Suda Teges wafat. Beliau digantikan oleh puteranya Arya Anglurah Teges.

Arya Anglurah Teges Raja VI Kaba-Kaba

            Pada waktu Arya Anglurah Teges memerintah Kaba-Kaba, yang menjadi Dalem di Suweca-pura adalah Dalem Di Made (Dalem terakhir) tahun 1665 – 1686 M. Dalem memerintahkan Arya Anglurah Teges ke Blambangan bersama Arya Anglurah Tabanan, dan Kyai Pacung untuk menghancurkan pemberontak. Arya Anglurah Teges tewas dalam peperangan di Bambangan, beliau diberi gelar Bhatara Raja Dewata Ring Blambangan.
            Arya Anglurah Teges meninggalkan 3 putera laki-laki, yaitu:  Arya Anglurah Yuda Teges (dari permaisuri), Kyai Ngurah Rai dan Kyai Ngurah Ketut dari isteri lain.

Arya Anglurah Yuda Teges Raja VII Kaba-Kaba

            Arya Anglurah Yuda Teges menggantikan kedudukan ayahnya, didampingi oleh Kyai Ngurah Rai menjadi Punggawa, berkedudukan di Jero Ajeng. Kyai Ngurah Ketut menjadi pucuk pimpinan para prajurit berkedudukan di Jero Oka.
            Kyai Ngurah Rai dan Kyai Ngurah Ketut, kemudian secara bersama-sama melakukan pemberontakan untuk mengambil alih kekuasaan. Berkat dukungan rakyat, usaha kedua pendamping raja ini dapat digagalkan. Raja kemudian menjadikan kedua saudaranya ini sebagai kerabat jauh.
            Semenjak itu raja tidak percaya kepada keluarga, beliau memanggil Ki Pasek Gelgel, sehingga bertambah keluarga Pasek menjadi 7 (tujuh) kelompok di Banjar Pasekan. Kemudian diperintahkan oleh raja, kelompok Pasek pindah agar dekat dengan istana, tinggal di Banjar Buading. Raja juga meminta putera dari I Gusti Gede Bokah yang bernama I Gusti Gatra untuk menjaga Pelinggih Stana Bhatara Ratu Gede Jaksa. Itu sebabnya I Gusti Gatra bertempat tinggal di Dawuh Yeh Kaba-Kaba.
            Arya Anglurah Yuda Teges, setelah tua dan wafat meninggalkan seorang putera bernama Arya Anglurah Gede Sena Teges, yang menggantikan kedudukan ayahnya.

Arya Anglurah Gede Sena Teges Raja VIII Kaba-Kaba

            Arya Anglurah Sena Teges mempunyai 2 putera, yaitu I Gusti Ngurah Gede Teges dan adiknya I Gusti Ngurah Alit dari lain ibu. I Gusti Ngurah Alit rupanya lebih disukai oleh rakyat, menimbulkan kecemburuan kakaknya I Gusti Ngurah Gede Teges.
            Pada suatu hari saat keduanya berburu, I Gusti Ngurah Alit dibunuh oleh kakaknya. Mayatnya dibuang di tengah ilalang, kemudian I Gusti Ngurah Gede Teges pulang ke istana. Ibu I Gusti Ngurah Alit yang bernama Ni Gusti Luh Patilik, dari Tumbak Bayuh menanyakan puteranya. Dijawab oleh I Gusti Ngurah Gede Teges, bahwa adiknya telah mendahului pulang, mungkin mampir di mana.
            Setelah lama tidak datang Ni Gusti Luh Patilik mempunyai firasat yang buruk, ketika melihat anjing kesayangan I Gusti Ngurah Alit berguling-guling dilantai. Ni Gusti Luh Patilik mengikuti kemana anjing itu pergi. Rupanya anjing itu memberi petunjuk tempat mayat I Gusti Ngurah Alit berada. Mayat itupun ditemukan dan dibawa pulang ke istana, diupacarai dengan semestinya. Roh I Gusti Ngurah Alit dibuatkan Pelinggih Meru Tumpang 7, di atas pintu, sebab beliau dibunuh tanpa dosa. Itu sebabnya ada Meru Tumpang 7 di Saren Gede, bernama Ratu Myu di bawahnya ada patung anjing.
            Anglurah Gede Sena Teges, setelah beberapa lama memerintah, beliau wafat di Pesaren Ukiran, bergelar Bhatara Ring Ukiran. Puteranya yang pertama I Gusti Ngurah Gede Teges menggantikan kedudukannya, bergelar Anak Agung Ngurah Gede Teges.