Arya Belog Pendiri
Kerajaan Kaba – kaba
Diceritakan setelah kemenangan Patih Gajah Mada atas
kerajaan Bali Kuna pada tahun 1343M, ditunjuklah Sri Kresna Kepakisan sebagai
“Gubernur” Majapahit di Bali. Beliau bergelar Dhalem Samparangan,
membangun istananya di desa Samprangan (desa Samplangan sekarang), sebelah
Timur tukad Cangkir Gianyar sekarang. Beliau didampingi oleh 11 Arya,
masing – masing diberi kedudukan sbb:
1. Arya Kutawaringin di Gelgel
2. Arya kenceng di Buwahan / di
Pucangan Tabanan
3. Arya Belog di Kaba-kaba
4. Arya Dalancang di Kapal
5. Arya Sentong di Carangsari
6. Arya Kanuruhan di Tangkas
7. Arya Punta di Mambal
8. Arya Jerudeh di Temukti
9. Arya Tumenggung di Petemon
10. Arya Pemacekan di Bondalem
11. Arya Beleteng di Pacung
Selain itu juga didampingi
oleh 3 orang wesya bersaudara: Tan Kober, Tan Kawur, dan Tan Mundur.
Arya Belog salah seorang
Mantri kerajaan Dalem Samprangan diberi tempat kedudukan di wilayah Kaba –
kaba. Sabda Dalem kepada Arya Belog: “bahwa selain Bhandusa, Naga
Banda, dan Wadah Tumpang Solas, berhak engkau pakai dan
keturunanmu kelak. Engkau adalah keturunan Ksatrya Kula Dewa Purusa
Sapradarane Hyang Paramesti Guru”.
Arya Belog mendirikan
kerajaan Kaba – Kaba, beristana di sebelah Selatan Bale Agung, sebelah Timur
jalan. Wilayah kekuasaannya meliputi: sebelah Utara sampai batas wilayan
Tabanan, sebelah Timur sungai Busak, sebelah Selatan sampai ke laut, dan
sebelah Barat desa Pangragoan. Beliau juga membuat Parahyangan Pusering Jagat
bernama Pura Gunung Agung. Arya Belog dalam memerintah memakai gurit
wesi, artinya sekali berkata tidak dapat diubah. Negara dinyatakan tentram
dan sejahtera.
Setelah lama memerintah Arya
Belog wafat, dibuatkan Pedharman Batur yang dipuja oleh keturunannya.
Upacara pelebonnya memakai wadah kurang dari sebelas tiingkat, sesuai
dengan titah Dalem. Arya Belog meninggalkan seorang putera, yang menggantikan
kedudukannya bergelar Arya Anglurah Kaba – Kaba.
Arya Anglurah Kaba-Kaba Raja II
Arya
Anglurah Kaba – Kaba sebagai Patih Dalem Hile, sering datang menghadap Dalem.
Beliau sering kecewa karena Dalem lebih suka berhias, membuat yang menghadap
harus sabar menunggu berlama – lama.
Setelah
beberapa lama memerintah, Anglurah Kaba-Kaba tutup usia, meninggalkan 2 orang
putera, yaitu: yang sulung bergelar Anglurah Kaba-kaba, dan adiknya Kyai
Buringkit.
Arya Anglurah Kaba-Kaba Raja III
Arya
Anglurah Kaba – Kaba menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Arya Dalem di
Gelgel. Beliau sering datang menghadap dan menunggu di Suweca-pura. Adiknya
Kyai Buringkit menjadi raja muda berkedudukan di Jero Ajeng.
Sewaktu
melaksanakan upacara perkawinan, Anglurah Kaba – Kaba menyuruh adiknya Kyai
Buringkit mewakili datang menghadap ke Dalem. Dalem menanyakan, mengapa
Anglurah Kaba – Kaba tidak datang. Kyai Buringkit menjawab, bahwa kakaknya
tidak sempat datang karena sedang melaksanakan upacara perkawinannya dengan I
Gusti Ayu Rai, puteri Pangeran Kapal. Mendengar jawaban Kyai Buringkit, Dalem
segera memerintahkan agar isterinya Anglurah Kaba – Kaba, I Gusti Ayu Rai segera
dibawa ke Suweca-pura.
I Gusti
Ayu Rai segera dihadapkan kepada Dalem. Timbul hasrat Dalem untuk memberikan
putera utama kepada Anglurah Kaba – Kaba. Setelah I Gusti Ayu Rai dihamili oleh
Dalem, diserahkan kepada Anglurah Kaba – Kaba dengan syarat jangan dicampuri
sebelum anak itu lahir, sebab itu benih dari Dalem, kelak akan melahirkan
putera utama. Anglurah Kaba – Kaba menjunjung amanat Dalem dan membawa
isterinya pulang ke Kaba – Kaba.
Setelah tiba waktunya, lahir
putera Dalem. Mendengar berita kelahiran puteranya, Dalem menuju Kaba – Kaba
untuk menguji kemurnian benih beliau. Putera itu ditaruh di tanah, di
sekitarnya diisi nasi dan ikan. Anjing – anjing dilepas semuanya galak – galak.
Ternyata anjing – anjing tersebut tidak berebut, makan tertib dan tidak
mengusik sang bayi. Sang bayi juga ditempatkan di atas lubang semut,
disekitarnya ditaburi nasi. Semut-semut keluar dari liangnya tetapi berpencar
takut pada bayi ini.
Dalem merasa bangga karena
benih beliau tidak dicampuri oleh Anglurah Kaba – Kaba. Semenjak itu
putera tersebut diberi nama Arya Anglurah Agung Putera Teges. Dalem memberi
anugerah: putera ini berhak memakai gapura tiga tutup, memberikan abdi Ki Pasek
5 kelompok, yaitu: Pasek Tangkas, Gelgel, Gaduh, Dahualing,
dan Kedangkan.
Diceritakan Arya Anglurah Kaba
– Kaba mempunyai putera kandung dari isteri yang lain, diberi nama Kyai Ngurah
Keladian. Sementara itu Kyai Buringkit mempunyai putera seorang bernama Kyai
Ngurah Buringkit, sama dengan nama ayahnya, tinggal di Jero Ajeng.
Pada
suatu hari Kyai Buringkit melakukan perebutan kekuasaan. Rakyat terbagi – bagi
dalam 2 kelompok. Tetapi lebih banyak memihak raja, terutama ke 5 golongan
Pasek di atas. Perang terjadi di sebelah Utara Kaba – Kaba. Saat itu Raja
sedang beristirahat di Pura Resi. Laskar yang memihak raja sempat
terdesak sebelum berhasil dihalau berkat kegigihan Ki Pasek lima.
Pada
tengah hari terdengar suara burung tuwu-tuwu yang nyaring, membangunkan
baginda raja, hingga beliau terhindar dari serangan lawan. Semenjak itu beliau
bersumpah tidak akan menyakiti dan memakan burung tuwu-tuwu sampai
seketurunannya.
Beliau terus menuju ke
kediaman Pendeta di Gerya Bayuh. Sampai di halaman Gerya beliau melihat
sumur meluap sampai tutupnya terangkat berayun-ayun. Raja begitu melihat laskar
lawan datang, segera menyuruh seorang pelayan membuka tutup sumur. Laskar lawan
yang melihat tutup sumur tersebut langsung lari bergulung-gulung. Itu sebabnya
tempat itu diberi nama dusun Tegal Pegulungan. Tempat Ki Pasek lima
mempertaruhkan nyawanya diberi nama dusun Tohjiwa. Raja kemudian
mengejar laskar lawan yang lari ke Utara dusun Tegal Pegulungan, sehingga
terjadi perang yang sangat ramai. Tempat itu kemudian disebut dusun Perang.
Kyai Buringkit melarikan
diri terus ke Utara. Anggota laskarnya banyak yang dibunuh oleh serangan Ki
Pasek lima. Itu sebabnya tempat tersebut diberi nama dusun Dekdekan.
Mulai saat itu Kyai Buringkit tidak diakui sebagai saudara Anglurah Kaba –
Kaba. Kyai Buringkit lalu pindah ke Timur ke desa Nyurang, menetap di sana. Lama
– lama desa Nyurang berubah nama menjadi desa Buringkit.
Arya Anglurah Agung Putera Teges Raja IV Kaba – Kaba
Setelah
wafat Arya Anglurah Kaba-Kaba, diganti oleh putera beliau keturunan Dalem,
Anglurah Agung Putera Teges. Sebagai raja muda diangkat Kyai Ngurah Keladian.
Raja ini juga melaksanakan kebijaksanaan gurit besi, sekali berkata
tidak dapat diubah. Negara pada jamannya diberitatan sejahtera.
Raja
IV Kaba-Kaba ini mempunyai seorang putera, diberi nama Arya Anglurah Kaba-Kaba
Suda Teges. Sedangkan Kyai Ngurah Keladian mempunyai 5 orang putera dan puteri,
yaitu: Kyai Nyambu, Kyai Aseman, dua putri, dan yang sulung bernama Kyai
Keladian sama dengan nama ayahnya.
Pada
waktu itu di Suweca-pura, Sri Aji Dalem Ketut Kepakisan wafat tahun 1460 M. Beliau
diganti oleh puteranya Sri Aji Dalem Waturenggong. Sri Aji Dalem Waturenggong
memerintahkan membuat Pedharman di Besakih untuk para leluhur beliau.
Itulah sebabnya ada Pedharman Arya Belog, serta Arya Kaba-Kaba di
Besakih sekarang.
Diceritakan
3 saudara: Kyai Nyambu, Kyai Aseman, dan Kyai Keladian merasakan tidak puas
tinggal di Kaba-Kaba karena tidak dapat memerintah, sebab sudah ada putera
Dalem. Mereka bertiga berniat keluar kedesa-desa lainnya yang belum ada
pemimpinnya. Gagasan Kyai Nyambu ini disetujui oleh ke dua adiknya, sekaligus
didengar oleh Anglurah Kaba-Kaba. Ke tiga saudura itu disurutkan martabatnya
oleh Anglurah Kaba-Kaba, dijadikan kerabat jauh.
Mereka
bertiga kemudian pergi dari Kaba-Kaba. I Gusti Nyambu ke desa Den Bukit, I
Gusti Aseman berdiam di desa Abian Semal, I Gusti Kelaidan menuju Den Bukit
tinggal di desa Pumahan.
Arya Anglurah Suddha Teges Raja V Kaba-Kaba
Arya
Anglurah Suda Teges dinobatkan menjadi raja, menggantikan ayahnya. Beliau
beristerikan I Gusti Ayu Rai Arsa adik perempuan Kyai Nyambu. Beliau juga
mendatangkan seorang Brahmana, Ida Pedanda Mas Timbul, pemberian dari
Dalem Segening. Ida Pedanda Mas Timbul diberi tempat di sebelah Pura Gunung
Agung, bernama Gerya Kawisunya. Leluhur Ida Pedanda juga dituntun dibuat
stana berupa Padma di Pura Gunung Agung Kaba-Kaba.
Arya
Anglurah Suda Teges berputera laki-laki seorang bernama Arya Anglurah Teges.
Beliau juga sempat menghamili seorang pelayan bernama Ni Luh Kicen, melahirkan
putera astra (tidak sah) bernama I Gusti Gunung, diberi tempat di Jero
Gunung.
Setelah beberapa lama
memerintah Arya Anglurah Suda Teges wafat. Beliau digantikan oleh puteranya
Arya Anglurah Teges.
Arya Anglurah Teges Raja VI Kaba-Kaba
Pada
waktu Arya Anglurah Teges memerintah Kaba-Kaba, yang menjadi Dalem di
Suweca-pura adalah Dalem Di Made (Dalem terakhir) tahun 1665 – 1686 M. Dalem
memerintahkan Arya Anglurah Teges ke Blambangan bersama Arya Anglurah Tabanan,
dan Kyai Pacung untuk menghancurkan pemberontak. Arya Anglurah Teges tewas
dalam peperangan di Bambangan, beliau diberi gelar Bhatara Raja Dewata Ring
Blambangan.
Arya
Anglurah Teges meninggalkan 3 putera laki-laki, yaitu: Arya Anglurah Yuda Teges (dari permaisuri),
Kyai Ngurah Rai dan Kyai Ngurah Ketut dari isteri lain.
Arya Anglurah Yuda Teges Raja VII Kaba-Kaba
Arya
Anglurah Yuda Teges menggantikan kedudukan ayahnya, didampingi oleh Kyai Ngurah
Rai menjadi Punggawa, berkedudukan di Jero Ajeng. Kyai Ngurah
Ketut menjadi pucuk pimpinan para prajurit berkedudukan di Jero Oka.
Kyai
Ngurah Rai dan Kyai Ngurah Ketut, kemudian secara bersama-sama melakukan
pemberontakan untuk mengambil alih kekuasaan. Berkat dukungan rakyat, usaha
kedua pendamping raja ini dapat digagalkan. Raja kemudian menjadikan kedua
saudaranya ini sebagai kerabat jauh.
Semenjak
itu raja tidak percaya kepada keluarga, beliau memanggil Ki Pasek Gelgel,
sehingga bertambah keluarga Pasek menjadi 7 (tujuh) kelompok di Banjar Pasekan.
Kemudian diperintahkan oleh raja, kelompok Pasek pindah agar dekat dengan
istana, tinggal di Banjar Buading. Raja juga meminta putera dari I Gusti
Gede Bokah yang bernama I Gusti Gatra untuk menjaga Pelinggih Stana Bhatara
Ratu Gede Jaksa. Itu sebabnya I Gusti Gatra bertempat tinggal di Dawuh Yeh
Kaba-Kaba.
Arya
Anglurah Yuda Teges, setelah tua dan wafat meninggalkan seorang putera bernama
Arya Anglurah Gede Sena Teges, yang menggantikan kedudukan ayahnya.
Arya Anglurah Gede Sena Teges Raja VIII Kaba-Kaba
Arya
Anglurah Sena Teges mempunyai 2 putera, yaitu I Gusti Ngurah Gede Teges dan
adiknya I Gusti Ngurah Alit dari lain ibu. I Gusti Ngurah Alit rupanya lebih
disukai oleh rakyat, menimbulkan kecemburuan kakaknya I Gusti Ngurah Gede
Teges.
Pada
suatu hari saat keduanya berburu, I Gusti Ngurah Alit dibunuh oleh kakaknya.
Mayatnya dibuang di tengah ilalang, kemudian I Gusti Ngurah Gede Teges pulang
ke istana. Ibu I Gusti Ngurah Alit yang bernama Ni Gusti Luh Patilik, dari
Tumbak Bayuh menanyakan puteranya. Dijawab oleh I Gusti Ngurah Gede Teges,
bahwa adiknya telah mendahului pulang, mungkin mampir di mana.
Setelah
lama tidak datang Ni Gusti Luh Patilik mempunyai firasat yang buruk, ketika
melihat anjing kesayangan I Gusti Ngurah Alit berguling-guling dilantai. Ni
Gusti Luh Patilik mengikuti kemana anjing itu pergi. Rupanya anjing itu memberi
petunjuk tempat mayat I Gusti Ngurah Alit berada. Mayat itupun ditemukan dan
dibawa pulang ke istana, diupacarai dengan semestinya. Roh I Gusti Ngurah Alit
dibuatkan Pelinggih Meru Tumpang 7, di atas pintu, sebab beliau dibunuh
tanpa dosa. Itu sebabnya ada Meru Tumpang 7 di Saren Gede, bernama Ratu
Myu di bawahnya ada patung anjing.
Anglurah
Gede Sena Teges, setelah beberapa lama memerintah, beliau wafat di Pesaren
Ukiran, bergelar Bhatara Ring Ukiran. Puteranya yang pertama I Gusti
Ngurah Gede Teges menggantikan kedudukannya, bergelar Anak Agung Ngurah Gede
Teges.